Pada hari kedua, kami memulai perjalanan dari pukul 4 WITA. Ya, sepagi itu kami bersiap menuju Danau Kelimutu. Kami ingin menyaksikan fajar hingga matahari terbit secara perlahan dari balik gunung yang mengelilingi Danau Kelimutu.
Sebelumnya, saya membayangkan Flores memiliki cuaca yang terik, panas, dan gersang.
No.
Ternyata saya salah. Suhu udara di Kelimutu lumayan dingin, terutama bagi orang seperti saya yang tidak tahan dingin dan gampang ingusan. Alhasil, saya harus memegang hidung sepanjang perjalanan.
Danau Kelimutu dipercaya sebagai tempat yang sakral. Arwah seseorang yang telah meninggal akan menghampiri Danau Kelimutu. Sebelum arwah tersebut tiba di salah satu danau, arwah akan menghadap Konde Ratu, penjaga pintu masuk. Hal serupa juga dikatakan oleh Om Raka, tour guide kami. Ketika kami tiba di pintu masuk, Om Raka memencet klakson mobil sebanyak tiga kali. Ritual tersebut dipercaya untuk menyampaikan salam kepada arwah-arwah yang ada. Jika di sepanjang perjalanan masuk bertemu dengan orang yang berjalan kaki, masyarakat meyakini bahwa orang tersebut merupakan arwah yang baru saja meninggal. Selain itu, Om Raka juga bercerita, jika salah satu danau tampak berwarna merah, masyarakat percaya bahwa terdapat warga yang baru saja meninggal.
Setelah kami tiba di tempat parkir, kami mulai turun dan menyusuri ratusan anak tangga yang sudah menanti kami. Oh ya, jika ingin melihat sunrise, alangkah baiknya membawa senter karena tidak ada lampu penerangan selama perjalanan.
Setibanya di puncak Kelimutu, kami disuguhi bayangan gunung berbingkai sinar matahari yang tampak malu-malu. Saat matahari telah menampakkan diri seutuhnya, kami dapat melihat jelas pesona danau tiga warna tersebut. Di bagian puncak, dua danau biru terlihat berdampingan memanjakan mata kami.
Dua danau belerang di Taman Nasional Kelimutu |
Sayang sekali, di hari itu, kami tidak dapat menyaksikan langsung perbedaan tiga warna pada Danau Kelimutu. Kami hanya menghabiskan waktu dari pukul 5 hingga pukul 7 pagi karena perjalanan panjang masih menanti. Sebelum pulang, kami tentunya tidak lupa untuk berfoto ria satu tim komplit :)
Danau Tiwu Ata Mbupu (Danau Orang Tua) yang diselimuti kabut putih
|
Kiri-kanan: Kak Ardha, Bang Septian, Kak Asty, saya, Kak Lidi, Kak Hatni, dan Kak Aki |
Kepercayaan masyarakat setempat |
Selepas dari Kelimutu, kami bergegas menuju kawasan Manggarai. Selama perjalanan, lagi lagi kami disajikan pemandangan pepohonan dengan latar belakang laut dan gunung khas Flores. Sayang, saya hanya mampu merekam pemandangan dalam memori kepala, tanpa sempat mengambil gambar.
Sebelum mencapai Ruteng, kami singgah selama 30 menit di Kampung Bena Bajawa.
Kampung Bena merupakan salah satu destinasi wisata budaya yang dapat dikunjungi oleh turis. Kemegahan rumah adat di Kampung Bena dengan latar belakang kaki Gunung Inerie membuat tempat ini menjadi salah satu tujuan yang tidak boleh dilewatkan. Di kampung ini pula, masyarakat membuat kain tenun dengan cara tradisional. Saat itu, kami datang di hari Minggu. Warga Bena yang mayoritas beragama Katolik melakukan ibadah sehingga kami tidak dapat menyaksikan proses menenun. Akan tetapi, saya melihat seorang nenek sedang memilin kapas dengan cara yang sederhana. Tidak hanya memilin, nenek itu juga menawarkan vanili sebagai pewarna kain kepada saya.
Seorang nenek memilin kapas |
Saat kami berkunjung, penduduk lokal sebagai pemandu wisata tampak sedang sibuk melayani tamu lain. Jadi, saya dan teman-teman tidak mendapatkan cerita banyak mengenai kampung indah ini :') Bagi saya, suasana Kampung Bena sangat tentram, jauh dari kebisingan, seperti di sebuah desa pelosok dalam film Hollywood (yha...)
Makam keluarga |
Selama kami berada di Kampung Bena, kami harus mengalungkan syal kecil di leher sebagai tanda masuk pengunjung. Lucu sekali! Syal tersebut dikembalikan setelah kami puas mengamati kampung. Ah, timati iwaso, Kampung Bena! ('terima kasih banyak' dalam bahasa setempat)
Syal sebagai tanda masuk pengunjung |
Selanjutnya, kami menempuh perjalanan selama 12 jam menuju tempat penginapan di Ruteng. Perjalanan cukup mulus, namun banyak kelokan tajam. Bagi yang mudah mengalami mabuk darat, sebaiknya bersiap-siap membawa obat anti mual.
Catatan:
- Di sepanjang perjalanan di TN Kelimutu, banyak penjual kain khas Flores. Jika ingin berbelanja kain, sebaiknya beli di tempat ini. Menurut Kak Aki si pelancong, harga kain termurah di Flores hanya di Kelimutu
- Sepanjang perjalanan di Pulau Flores, sinyal yang tersedia hanya Telkomsel
- Siapkan selalu pakaian hangat untuk malam hingga pagi hari
- Selama perjalanan darat, tidak ada toko maupun warung yang menjual makanan. Bawalah makanan sebelum memulai perjalanan
0 comments:
Post a Comment